Materi Sejarah tentang Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra Aksara
A. Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra Aksara
1. Periodisasi masyarakat Indonesia masa praaksara
Masyarakat Indonesia sebelum mengenal aksara sudah memiliki tradisi sejarah.
Maksud tradisi sejarah adalah bagaimana suatu masyarakat memiliki kesadaran
terhadap masa lalunya. Kesadaran tersebut kemudian dia rekam dan diwariskan
kepada generasi berikutnya. Perekaman dan pewarisan tersebut kemudian menjadi
suatu tradisi yang hidup tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Bagaimanakah
masyarakat yang belum mengenal tulisan merekam dan mewariskan masa lalunya?
Bagaimanakah masyarakat yang belum mengenal tulisan memaknai masa lalunya?
Masyarakat dalam memahami masa lalunya akan ditentukan oleh alam pikiran
masyarakat pada masa itu atau “jiwa zaman”.
Dari kehidupan masyarakat zaman praaksara, kita mendapatkan warisan berupa
alat- alat dari batu, tulang, kayu, dan logam serta lukisan pada
dinding-dinding gua. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah
tersebut menjadi komponen penting dalam usaha menuliskan sejarah kehidupan
manusia. Jejak-jejak tersebut mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan
penulisan sejarah dan akan disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya
sampai turun temurun. Jejak sejarah yang historis merupakan jejak sejarah yang
menurut para ahli memiliki informasi tentang kejadian- kejadian historis,
sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan sejarah. Jejak historis ada dua,
yaitu jejak historis berwujud benda dan jejak historis yang berwujud tulisan.
Jejak historis berwujud benda merupakan hasil budaya/tradisi di masa kuno,
misalnya, tradisi zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, Megalitikum, dan
Perundagian.
a. Tradisi manusia hidup berpindah (zaman Paleolitikum)
Manusia di zaman hidup berpindah termasuk jenis Pithecanthropus. Mereka hidup
dari mengumpulkan makanan (food gathering), hidup di gua-gua, masih tampak
liar, belum mampu menguasai alam, dan tidak menetap. Kebudayaan mereka sering
disebut kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Disebut kebudayaan Pacitan
sebab alat-alat budayanya banyak ditemukan di Pacitan (di Pegu- nungan Sewu
Pantai Selatan Jawa) berupa chopper(kapak penetak) disebut juga kapak genggam.
Karena masih terbuat dari batu maka disebut stone culture (budaya batu). Alat
Kebudayaan Ngandong ditemukan di desa Ngandong (daerah Ngawi Jawa Timur).
Alatnya ada yang terbuat dari tulang maka disebut bone culture. Di Ngandong
ditemukan juga kapak genggam, benda dari batu berupa flakes dan batu indah
berwarna yang disebut chalcedon.
b. Peningkatan hidup manusia memasuki hidup setengah menetap/semisedenter
(zaman Mesolitikum)
Mereka sudah memiliki kemajuan hidup seperti adanya kjokkenmoddinger (sampah
kerang)danabris sous roche (gua tempat tinggal). Alat-alatnya adalah kapak
genggam (pebble) disebut juga kapak Sumatra, kapak pendek (hache courte), dan
pipisan.
c. Tradisi manusia zaman hidup menetap (zaman Neolitikum)
Pada zaman ini, manusia sudah mulai food producing, yakni mengusahakan
bercocok tanam sederhana dengan mengusahakan ladang. Jenis tanamannya adalah
ubi, talas, padi, dan jelai. Mereka menggunakan peralatan yang lebih bagus
seperti beliung persegi atau kapak persegi dan kapak lonjong yang dipergunakan
untuk mengerjakan tanah. Kapak persegi ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, dan
Kalimantan Barat, sedangkan di Semenanjung Melayu kapak ini disebut kapak bahu.
Kapak lonjong berbentuk bulat telur, banyak ditemukan di Sulawesi, Papua, atau
kepulauan Indonesia Timur. Alat serpih untuk mata panah dan mata tombak
ditemukan di Gua Lawa Sampung (Jawa Timur) dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Di
Malolo (Sumba Timur) ditemukan kendi air. Pada masa ini, terjadi perpindahan
penduduk dari daratan Asia (Tonkin di Indocina) ke Nusantara yang kemudian
disebut bangsa Proto Melayu pada tahun 1500 SM melalui jalan barat dan jalan
utara. Alat yang dipergunakan adalah kapak persegi, beliung persegi, pebble
(kapak Sumatra), dan kapak genggam. Kebudayaan itu oleh Madame Madeleine
Colani, ahli sejarah Prancis, dinamakan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Kepercayaan
zaman bercocok tanam adalah menyembah dewa alam.
d. Tradisi Megalitikum
Pada zaman ini, alat dibuat dari batu besar seperti menhir, dolmen, dan
sarkofagus. Menhir adalah tugu batu besar tempat roh nenek moyang, ditemukan di
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Dolmen adalah meja batu besar
(altar), terdapat di Bondowoso, Jawa Timur. Sarkofagus adalah kubur peti batu
besar. Di Sulawesi, sarkofagus dikenal dengan sebutan waruga.
e. Tradisi zaman perundagian
Setelah hidup menetap, mereka semakin pandai membuat alat, bahkan dengan
kedatangan bangsa Deutero Melayu pada 500 SM, mereka sudah mampu membuat alat
dari logam (sering disebut budaya Dongson karena berasal dari Dongson). Zaman
ini disebut zaman kemahiran teknologi. Mereka juga telah mengenal sawah dan sistem
pengairan. Jenis benda logam yang dibuat di Indonesia pada zaman ini, antara
lain, sebagai berikut.
1) Nekara, yaitu
semacam tambur besar yang ditemukan di Bali, Roti, Alor, Kei, dan Papua.
2) Kapak corong, disebut demikian karena bagian tangkainya berbentuk corong.
Sebutan lainnya adalah kapak sepatu. Benda ini dipergunakan untuk upacara.
Banyak ditemukan di Makassar, Jawa, Bali, Pulau Selayar, dan Papua.
3) Arca perunggu, ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, dan Limbangan, Bogor.
Selain itu, ada perhiasan perunggu, benda besi, dan manik-manik. Kepercayaan di
zaman perundagian adalah menyembah roh nenek moyang (animisme).
2. Ciri-ciri masyarakat praaksara
Setelah nenek
moyang kita datang di Nusantara dan menetap, mereka meninggalkan tradisi,
aturan kemasyarakatan, serta religi yang ditaati oleh mereka dan anak
keturunannya. Tradisi tersebut diwariskan kepada masyarakat hingga sekarang
ini. Kemampuan nenek moyang kita sebelum mengenal tulisan dan sebelum
terpengaruh budaya Hindu-Buddha oleh Brandes dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kemampuan
berlayar
Nenek moyang bangsa Indonesia datang dari Yunan sebelum Masehi. Mereka sudah
pandai mengarungi laut dan harus menggunakan perahu untuk sampai di Indonesia.
Kemampuan berlayar ini dikembangkan di tanah baru, yaitu di Nusantara,
mengingat kondisi geografi di Nusantara terdiri banyak pulau. Kondisi ini
mengharuskan menggunakan perahu untuk mencapai kepulauan lainnya. Salah satu
ciri perahu yang dipergunakan nenek moyang kita adalah perahu cadik, yaitu
perahu yang menggunakan alat dari bambu atau kayu yang dipasang di kanan kiri
perahu. Pembuatan perahu biasanya dilakukan secara gotong royong oleh kaum
laki-laki. Setelah masa per- undagian, aktivitas pelayaran juga semakin
meningkat. Perahu bercadik yang merupakan alat angkut tertua tetap dikembangkan
sebagai alat transportasi serta perdagangan. Bukti adanya kemampuan dan
kemajuan berlayar tersebut terpahat pada relief candi Borobudur yang berasal
dari abad ke-8. Relief tersebut melukiskan tiga jenis perahu, yaitu
1) perahu besar yang bercadik,
2) perahu besar yang tidak bercadik, dan
3) perahu lesung
b. Kemampuan bersawah
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman Neolitikum, yaitu
manusia hidup menetap. Mereka terdorong untuk mengusahakan sesuatu yang
menghasilkan (food producing). Sistem persawahan diawali dari sistem ladang
sederhana yang belum banyak menggunakan teknologi, kemudian meningkat dengan
adanya teknologi pengairan hingga lahirlah sistem persawahan.
c. Mengenal astronomi
Pengetahuan astronomi (ilmu perbintangan) sudah dimiliki nenek moyang bangsa
Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan
memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas
pelayaran dan perdagangan. Selain digunakan untuk mengenali musim, ilmu
astronomi juga sudah dimanfaatkan sebagai petunjuk arah dalam pelayaran, yaitu
Bintang Biduk Selatan dan Bintang Pari (orang Jawa menyebut Lintang Gubug
Penceng) untuk menunjuk arah selatan serta Bintang Biduk Utara untuk
menunjukkan arah utara. Kemampuan astronomi dan angin musim ini telah
mengantarkan mereka berlayar ke barat sampai di Pulau Madagaskar, ke timur
sampai di Pulau Paskah, dan ke selatan sampai di Selandia Baru serta ke arah
utara sampai di Kepulauan Jepang. Pengetahuan astronomi juga digunakan dalam
pertanian dengan memanfaatkan Bintang Waluku sebagai pertanda awal musim hujan.
d. Sistem mocopat
Sistem mocopat adalah suatu kepercayaan yang didasarkan pada pembagian empat
penjuru arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, dan timur. Sistem mocopat
dikaitkan dengan pendirian bangunan, pusat kota atau pemerintah (istana),
alun-alun, tempat pemujaan, pasar, dan penjara. Peletakan bangunan tersebut
dibuat skema bersudut empat di mana setiap sudut mempunyai kemampuan dan
kekuatan secara magis. Itulah sebabnya mengapa setiap desa pada zaman kuno
selalu diberi sesaji pada waktu-waktu tertentu, bahkan hari pasaran menurut
perhitungannya juga dikaitkan dengan sistem mocopat, yaitu
1) arah barat diletakkan pon jatuh hari Senin dan Selasa,
2) arah timur diletakkan legi jatuh hari Jumat,
3) arah selatan diletakkan pahing jatuh hari Sabtu dan Minggu,
4) arah utara diletakkan wage jatuh hari Rabu dan Kamis, dan
5) arah tengah diletakkan kliwon jatuh hari Jumat dan Sabtu.
Jadi pola susunan masyarakat mocopat merupakan suatu kepercayaan dalam
menata dan menempatkan suatu bangunan yang bersudut empat, dengan susunan ibu
kota pusat pemerintahan terdapat alun-alun di sekitar istana, serta ada
bangunan tempat pemujaan, pasar, dan penjara.
e. Kesenian wayang
Kesenian wayang semula berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Semula wayang
diwujudkan sebagai boneka nenek moyang yang dimainkan oleh dalang pada malam
hari. Dengan beralaskan tirai dan tata lampu di belakangnya serta boneka yang
digerak-gerakkan sehingga terlihat bayangan boneka seolah-olah hidup. Jika
dalang kemasukan roh nenek moyang, sang dalang akan menyuarakan suara nenek
moyang yang berisi nasihat-nasihat kepada anak cucu mereka. Setelah kedatangan
hinduisme ke nusantara maka kisah nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan
Mahabharata. Bonekanya kemudian diganti dengan bentuk tokoh dalam cerita
Mahabharata. Fungsinya pun beralih sebagai pertunjukan dan penontonnya melihat
dari depan tirai.
f. Seni gamelan
Seni gamelan ada kaitannya dengan seni wayang. Seni gamelan ini dipakai untuk
mengiringi pertunjukkan wayang. Pada waktu musim bercocok tanam sudah usai
masyarakat kuno itu membuat alat musik gamelan, mengembangkan seni membatik,
dan mengadakan pertunjukan wayang semalam suntuk untuk dapat dilihat oleh
masyarakat di sekitarnya.
g. Seni membatik
Seni membatik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain. Cara menggambarnya
mempergunakan alat canting yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa
menyebutnya malam) yang telah dipanaskan, lalu dilukiskan pada kain sesuai
motifnya.
h. Pengaturan masyarakat
Nenek moyang kita hidup berkelompok. Mereka bersepakat untuk hidup secara
bersama, hidup gotong royong, dan demokratis. Mereka memilih seorang pemimpin
yang dianggap dapat melindungi masyarakat dari berbagai gangguan termasuk gangguan
roh sehingga seorang pemimpin dianggap memiliki kesaktian lebih. Cara pemilihan
pemimpin yang demikian disebut primus inter pares, yaitu yang terutama di
antara yang banyak. Jadi, seorang pemimpin adalah yang terbaik bagi mereka
bersama.
i. Sistem ekonomi dengan mengenal perdagangan
Kebutuhan hidup manusia selalu menuntut untuk dipenuhi. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, masyarakat kuno saling bertukar barang (barter) dari satu
wilayah ke wilayah lain.
j. Sistem kepercayaan
Manusia yang terdiri atas jasmani dan rohani memunculkan suatu kepercayaan
bersifat rohani yang kemudian dipersonifikasikan dalam bentuk riil. Sistem
kepercayaan masyarakat Indonesia mulai tumbuh pada masa hidup berburu dan
mengumpulkan makanan, ini dibuktikan dengan penemuan lukisan dinding gua di
Sulawesi Selatan berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan.
Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau simbol perlindungan untuk
mencegah roh jahat. Manusia di zaman hidup bercocok tanam sudah percaya adanya
dewa alam yang menciptakan banjir, gunung meletus, gempa bumi, dan sebagainya.
Jadi, dapat kita ketahui bahwa tradisi masyarakat
Indonesia sebelum mengenal tulisan adalah sebagai berikut.
a. Organisasi kemasyarakatannya sudah ada, yaitu adanya masyarakat teratur,
demokratis, dan memilih pemimpinnya dengan primus inter pares dalam bentuk
kesukuan.
b. Kemasyarakatan atau pranata sosialnya adalah masyarakat yang hidup
berkelompok sebagai makhluk sosial, dan bergotong royong.
c. Memiliki pengetahuan alam, yakni memanfaatkan alam di sekitarnya sebagai
wujud peduli dan memelihara alam lingkungannya.
d. Sudah mengenal sistem persawahan.
e. Kemampuan berlayar dan berdagang dengan memanfaatkan angin musim, bahkan
mereka sudah berani mengarungi laut luas.
f. Sudah memiliki teknologi perundagian, yakni pengecoran logam dengan sistem
bivalve dan a cire perdue.
g. Sistem kepercayaan pada mulanya menyembah roh nenek moyang kemudian
menyembah dewa.
h. Sudah memiliki sistem ekonomi barter.
3. Cara
Mewariskan Masa Lampau
Pengalaman kolektif suatu masyarakat diartikan sebagai masa lampau.
Beberapa cara yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mewariskan masa
lampaunya adalah sebagai berikut. Coba cermati dan telusuri adanya mitologi
yang ada di sekitar daerah Anda. Setelah itu, tanyakan kepada sesepuh atau
tokoh masyarakat atau siapa saja yang dapat memberikan keterangan tentang
mitologi tersebut. Selanjutnya, tuliskan dalam bentuk cerita. Hasilnya paparkan
di depan kelas, secara bergiliran. Inovatif dan Kreatif Sejarah Masa Pra Aksara
dan Aksara.
a. Pelatihan dan peniruan. Pengetahuan dan kemampuan
yang telah dimiliki diwariskan lewat pelatihan dan peniruan, entah itu dengan
perkataan atau perbuatan. Misalnya kepandaian membuat alat-alat dari batu
maupun dari besi. Mereka mewariskan kepandaian tersebut kepada generasi
berikutnya lewat peniruan pembuatan alat-alat tersebut. Termasuk juga
pengetahuan dan kepandaian berburu, memasak makanan, beternak, bersawah dan
sebagainya.
b. Penuturan, yakni dengan cara menuturkan secara
lisan. Artinya, kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat
diwariskannya dengan cara dituturkan kepada generasi penerusnya.
c. Hasil karya, walaupun masyarakat belum mengenal
tulisan namun telah memiliki akal, dengan akalnya akhirnya masyarakat
menghasilkan budaya. Dengan budaya inilah dia mewariskan masa lampaunya kepada
generasi berikutnya. Dengan demikian lewat hasil karya atau budaya yang
dimilikinya, maka dapat diketahui tentang pola hidup dan kehidupan masyarakat
tersebut.